13 Januari, 2014
Serah Terima Ketua DKM Jejak Wali
Dua
belas tahun yang lalu Blok Alam Raya 1 Puri Gading tak punya musholla. Aku ajak
Pak Dedi bertandang ke Pak Andi, Ketua RW kita yang pertama, untuk usulkan
mendirikan tempat ibadah. Enam ketua RT dan jajaran mereka diundang rapat. Tiga
ketua RT muslim, tiga lainnya non-muslim. Rapatpun digelar di rumah Pak Dedi;
rumahku masih direnovasi.
Kami
usul musholla didirikan di fasum dekat RT 05, yang terletak di tengah Alam Raya
1, yang kebetulan dekat dengan rumahku. Banyak tanggapan bermunculan.
Ada
yang tidak setuju ada tempat ibadah baru, karena masjid sudah berdiri dan
jamaahnya masih sedikit. Ada beberapa yang setuju dengan gagasan ini dengan
berbagai alasan. Sempat muncul suu’udz dzon saya (semoga Allah
mengampuni saya) kalau ada orang yang memang kurang berkenan ada musholla di
dekat tempat tinggalnya. Banyak pula yang tidak setuju, dengan alasan jarak
masjid lumayan jauh untuk ukuran sholat 5 waktu bagi orang komplek.
Sebagai
pelontar usulan sekaligus moderator, saya berusaha menampung semua gagasan yang
hadir, meskipun berusaha mempertahankan usulan. Rapat agak mbulet,
sampai-sampai ada yang mengutip hadis yang mengisyaratkan semakin jauh kaki
melangkah ke masjid semakin banyaklah pahalanya. Pada saat itu, ada seseorang
yang duduk di teras depan, karena mungkin datang agak terlambat sehingga tidak
kebagian tempat di ruang dalam, yang kemudian kita panggil Pak Acong,
“bereteriak” menawarkan sebidang tanah kosong sekitar 100 m2 dengan uang tunia
10 juta. Penawaran ini cukup menarik, tapi sayang, tempatnya berada diujung
barat daya, di bagian pojok yang bahkan sudah keluar dari wilayah Alam Raya 1,
atau persisnya berbatasan, karena memang tanah itu dibeli dari warga setempat.
Pak
Acong bernama asli Asroru Maula, baru saja pensiun dini dari TPI dan
menginfakkan sebagian uang dari pensiun dini itu untuk kepentingan umum.
Rapat
semakin menghangat. Usulan musholla di fasum dekat RT 05 sebenarnya cukup
rasional dan banyak yang mendukung, namun dengan adanya usulan Pak Acong,
banyak yang terpengaruh juga, terutama bagi mereka yang tempat tinggalnya dekat
dengan tempat yang diusulkan.
Sebagai
moderator saya pegang kendali, tapi saya menyadari kalau saya harus
menanggalkan ego untuk “ngotot” mempertahankan usulan saya. Saya harus
realistis. Orang-orang yang tidak setuju adanya musholla baru pun tak bisa
banyak omong. Akhirnya rapat memutuskan untuk mensurvey terlebih dahulu tempat
yang diusulkan itu dan mengadakan rapat berikutnya di rumah Pak Acong.
Beberapa
waktu kemudian berdirilah Musholla Jejak Wali. Nama ini titipan dari Pak Acong,
yang diambil dari nama program yang dia buat semasa di TPI.
Namun,
Musholla Jejak Wali kini telah tiada, karena pada tanggal 12 Januari 2014 telah
menjadi Masjid Jejak Wali yang tanahnya sudah diperluas dua kali lipat lebih
dari sebelumnya. Semoga para dermawan dan pendiri masjid ini dibangunkan istana
yang indah di surga. Amin.(as)
0 Komentar